Pada
suatu hari seorang jutawan paruh baya yang punya hoby memancing sambil
berperahu, melakukan hobinya disebuah waduk. Seorang remaja lelaki yang mendayung
perahu sewaannya menemaninya sambil sesekali berbincang-bincang.
“kau
bisa membaca dan menulis nak?” Tanya si jutawan. Remaja lelaki itu menggeleng
ssambil berceritera bahwa bersekolahpun ia tidak. Sang jutawan menghela nafas
dan berkata lagi “sayang sekali, dengan begitu berarti engkau telah kehilangan
separuh hidupmu…”
“Apakah
bapak bisa berenang?” ; Tanya siremaja serius.
“Tidak
nak, Bapak tidak bisa berenang…” jawab sang jutawan sambil tersenyum.
“Wah… kalau begitu bapak akan kehilangan seluruh hidup
bapak…” karena perahu ini bocor dan
sebentar lagi akan tenggelam!.”
Ceritera
di atas sebenarnya member sisi filosofi yang amat dalam bila direnungkan.
Seorang remaja lelaki sebagai gambaran orang yang begitu lugu, bodoh, tetapi
jujur, ternyata telah menjalani hiduonya dan menyatu dengan apa yang telah
dihadapinya setiap hari. Air, perahu, pancing, dayung semua digelutinya dengan
laku. Dan keahlian yang dia capai adalah hasil dari penghayatannya. Sementara
san jutawan yang hoby memancing sambil berperahu didanau, ternyata tidak
memiliki penghayatan yang dalam atas perilaku air, apalagi perhitungan yang
matang adanya kemungkinan perahu bocor yang akan menenggelamkan penumpangnya.
Dirinya tidak siap menghadapi kemungkinan terjelek yang dihadapi karena merasa
bahwa semua yang dihadapinya selama ini merupakan ‘enjoyment’ – sebuah
kesenangan yang memberinya kepuasan batin.
“Ilmu
agar dapat menjadi kenyataan harus di hayati. Ilmu tanpa penghayatan tidak akan
bisa menjadi saksi kenyataan (akan terhenti dalam pikira)”
Demikianlah,
ternyata pada prakteknya, ‘laku’ atau tindakan yang didasarkan penghayatan pada
ajaran ketuhanan, tidaklah semudah yang kita sangka.
Banyak hambatan yang
kelihatannya sepele tetapi bisa membuat kita terjerembab. Mungkin sekedar rok
yang’mlenyok’ kena seterika, atau sekedar masalah kecil seperti ketika si
isteri lupa membelikan rokok, eh …. Duniapunmenjadi gelap karena kekecewaan
(akibat tidak terpenuhinya keinginan) meledak menjadi kemarahan, membuat si
bapak lupa diri, lupa bahwa hidup ini tidak abadi tidak langgeng…… Lupa bahwa
kita akan berpisah tidak hanya dengan rok atau rokok kesayangan, tetapi bahkan
juga dengan kebun tembakau yang berhektar-hektar, saat Allah SWT memanggil kita
– yang mungkin waktu ini masih ada di perahu sambil memancing, tanpa sadar
bahwa perahu yang kita tumpangi…. B o c o r!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Follow mas bro & mbak sist