Pendahuluan
Indonesia dinilai berhasil dalam menerapkan dan
mensosialisasikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) melalui Proyek Nasional
PHT. Negara ini juga termasuk pelopor
dalam pelaksanaan PHT sebab telah lama mempunyai undang-undang yang menyebutkan
secara eksplisit bahwa sistem PHT merupakan satu-satunya sistem untuk
pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, dan undang-undang ini telah 13 tahun
umurnya. Apakah dalam penerapan sistem
PHT di tingkat petani, khususnya tentang pengelolaan penyakit tumbuhan terdapat
permasalahan ? kalau memang adapermasalahan, bagaimana solusinya ?
Seperti halnya manusia dan hewan, tumbuhan dapat
terkena penyakit. Ilmu yang mempelajari penyakit pada tumbuhan disebut sebagai
Ilmu Penyakit Tumbuhan atau Fitopatologi.
Pada dasarnya, tidak ada satupun tumbuhan di alam
ini yang bebas dari gangguan penyakit.
Gejala penyakit pada tumbuhan dapat berupa bercak, hawar (seperti
tersiram air panas), gosong, mengeriting, bengkak, bahkan beberapa penyakit
dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan, misalnya busuk akar, busuk pangkal batang, rebah kecambah, dan
layu.
Diagnosis penyakit tumbuhan ada yang mudah, karena
gejalanya khas, tetapi lebih banyak yang sulit ditentukan penyebabnya karena
gejalanya banyak yang mirip satu sama lain. Apalagi penyebabnya kebanyakan
adalah jasad renik yang sukar dilihat dengan mata telanjang.
Kerugian Akibat Penyakit Tumbuhan
Kehilangan hasil akibat serangan penyakit pada
tanaman padi rata-rata mencapai 15,1 % dari potensi hasilnya, dengan kerugian
di seluruh dunia mencapai 33 milyar USD selama 1988-1990. Kehilangan hasil
akibat penyakit tumbuhan rata-rata mencapai 11.8% dan karena hama mencapai 12,2
% pada berbagai tanaman penting di seluruh dunia.
Kerugian di tingkat petani karena hama dan
penyakit tumbuhan pada delapan tanaman hortikultura unggulan tahun 2005
diperkirakan lebih dari Rp. 734 milyar (Direktorat Perlindungan
Hortikultura, 2005). Perkiraan kerugian
pada lima tanaman perkebunan (kelapa, karet, kopi, kakao dan cengkeh) selama
triwulan 1 tahun 2005 akibat gangguan hama dan penyakit tumbuhan mencapai Rp.
195 milyar lebih (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2005a). Luas serangan penyakit blast dan tungro pada
tanaman padi di Indonesia tahun 2004 mencapai 12.370 Ha dengan puso mencapai
322 Ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2005).
Pengendalian Penyakit Tumbuhan
Secara umum, tindakan pengendalian dapat dikelompokkan
menjadi enam cara, yaitu sistem perundang-undangan atau peraturan agar dapat
dicegah terjadinya wabah, cara fisik dengan dibakar dan dijemur, cara mekanik, cara
kultur teknis yaitu cara-cara bercocok tanam, cara biologi dengan memanfaatkan
musuh alami hama dan patogen, dan cara kimia menggunakan pestisida.
Walaupun demikian, ternyata cara kimia
atau pestisidalah yang paling sering digunakan petani di lapangan. Bahkan biasanya, diaplikasikan secara
berjadwal. Penggunaan pestisida hampir
menjadi satu-satunya cara pengendalian karena pestisida bekerja sangat efektif,
praktis serta cepat membunuh patogen dan hama.
Dampak Penggunaan Pestisida
Namun, ternyata penggunaan pestisida mengakibatkan
dampak yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Pestisida dapat menyebabkan
terjadinya resistensi
pada patogen tumbuhan dan hama, populasi hama dapat meningkat setelah disemprot
pestisida berkali-kali, bahkan dapat terjadi ledakan hama yang dulunya dianggap
tidak penting. Dan yang lebih penting lagi adalah dampak negatif pestisida
terhadap kesehatan manusia dan pelestarian lingkungan.
Aspek Legal PHT di Indonesia
Karena ternyata permasalahan hama dan penyakit pada tumbuhan tetap tinggi
setelah kebijakan subsidi pestisida, dan kekhawatiran pencemaran lingkungan
meningkat karena penggunaan pestisida, pemerintah Indonesia kemudian mengambil
keputusan untuk menerapkan konsep PHT dengan dikeluarkannya Inpres no. 3 pada
tahun 1986. Berikutnya, subsidi pestisida dicabut secara bertahap, sampai tahun
1989. Kemudian dikeluarkan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang budidaya tanaman yang menyebutkan
bahwa perlindungan tanaman
dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu.
PHT sebagai Solusi Mengurangi dampak
Pestisida
PHT secara konsep adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang
pengendalian hama dan penyakit tumbuhan yang didasarkan pada pertimbangan
ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi, 2)
penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi hama dan patogen
tumbuhan dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada aras yang
secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan risiko pencemaran lingkungan
akibat penggunaan pestisida. Dalam PHT, penggunaan pestisida masih
diperbolehkan, tetapi aplikasinya menjadi alternatif terakhir bila cara-cara
pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi wabah hama atau penyakit. Pestisida yang dipilihpun harus yang efektif
dan telah diizinkan.
Keberhasilan PHT di Indonesia
Program
PHT nasional di Indonesia dinilai berhasil.
Lembaga internasional seperti FAO telah mengakui hal
ini. Bahkan Indonesia kemudian dijadikan contoh pelaksanaan PHT bagi
negara-negara sedang berkembang di Asia dan Afrika. Keberhasilan pelaksanaan
PHT pada tanaman terlihat nyata pada dua hal yaitu menurunnya penggunaan
pestisida dan meningkatnya rata-rata hasil panen.
Pemasyarakatan PHT melalui Sekolah
Lapang bagi Petani
PHT kemudian disebarluaskan ke petani dengan pola Sekolah Lapang PHT
(SLPHT). Sebagai catatan, ternyata Program Nasional PHT dari tahun 1989-1999
telah berhasil melatih lebih dari satu
juta petani padi melalui penerapan SLPHT.
Komoditi yang dicakup pada kegiatan PHT yaitu padi, kedelai, kubis,
kentang, cabe, dan bawang merah. PHT di bidang perkebunan telah berhasil
melatih 106.000 petani pada komoditas
kopi, kakao, dll.
Empat Prinsip bagi Petani untuk
menerapkan PHT
Ada empat prinsip
penerapan PHT pada tingkat petani. Empat prinsip tersebut yaitu 1) budidaya
tanaman sehat, 2) pelestarian dan pendayagunaan musuh alami, 3) pengamatan
mingguan secara teratur, dan 4) petani sehagai ahli PHT.
Permasalahan Penerapan PHT di
Tingkat Petani
1.
Kurang
meratanya informasi mengenai ketahanan tanaman terhadap penyakit pada berbagai
komoditas tanaman. Apalagi masih banyak
petani yang menggunakan benih tidak bersertifikat yang ketahanannya tidak
diketahui.
2.
Penelitian
tentang ras patogen juga kurang di Indonesia padahal ras selalu berkaitan dengan
ketahanan tanaman. Tanaman yang tahan
terhadap ras tertentu dapat menjadi sangat rentan terhadap ras lainnya.
3.
Aspek
budidaya, mulai perencanaan tanam, persiapan tanam, pengolahan tanah,
pemupukan, penyiangan, dan pemeliharaan lain belum disengaja agar tingkat
penyakit tertekan. Selama ini, aspek budidaya masih lebih ditujukan agar
tanaman tumbuh subur, dan berproduksi tinggi, bukan menjadi lebih tahan.
4.
Musuh
alami yang dimaksud dalam prinsip PHT kurang berkaitan dengan musuh alami
patogen tumbuhan. Permasalahannya adalah bahwa patogen yang renik juga
mempunyai musuh alami yang renik pula, sehingga tidak mudah dipahami
petani. Demikian juga, ternyata belum
banyak penelitian yang mengungkap tentang bahaya pestisida terhadap kelestarian
musuh alami patogen tumbuhan.
5.
Masalah
lainnya adalah bahwa pengamatan mingguan tidak mudah diterapkan untuk penyakit
tertentu yang menyebabkan kerusakan secara cepat dan keberadaannya sangat
tergantung cuaca, seperti hawar daun kentang dll. Untuk kasus demikian justru yang diperlukan
adalah pengamatan terhadap cuaca untuk meramalkan kapan datangnya penyakit.
Ternyata, teknologi peramalan penyakit tumbuhan masih sangat
minim dikembangkan di Indonesia.
Nampaknya teknologi peramalan nasib justru lebih berkembang di negara
kita.
6.
Untuk
menjadikan petani sebagai ahli PHT dengan metode SLPHT ternyata terbentur pada
kurangnya materi tentang aspek patogen, penyakit dan pengendaliannya terutama
untuk komoditas tertentu.
Usulan Berdasar Permasalahan
Untuk
itu, saya mengusulkan beberapa hal untuk penyempurnaan penerapan PHT dari aspek
penyakit tumbuhan sebagai berikut:
1. Perlu diperbanyak dan digali informasi
ketahanan berbagai macam komoditas pertanian, terutama terhadap penyakit
tumbuhan agar dapat digunakan petani dalam melaksanakan PHT. Penelitian juga
perlu digalakkan untuk mengembangkan varietas tahan penyakit.
2. Perlu dikembangkan teknologi sederhana
untuk deteksi dini dan peramalan penyakit, dan menggali lebih banyak teknologi
setempat untuk pengendalian penyakit yang aman bagi lingkungan. Selain itu, perlu digalakkan penelitian tentang
dampak aplikasi pestisida tertentu terhadap keberadaan musuh alami patogen.
3. Perlu lebih banyak ahli penyakit yang
menekuni bidang PHT dan terjun ke lapang bersama petani untuk lebih tahu
permasalahan yang dihadapi petani, sehingga dapat disusun buku sederhana
teknologi PHT untuk pengendalian penyakit yang dapat dipahami oleh petani pada
umumnya.
4. Pada dasarnya PHT merupakan konsep
menyeluruh dalam aspek kesehatan tanaman, pelestarian lingkungan, serta aspek
ekonomi. Untuk mencetak sarjana yang memahami PHT, menurut pendapat saya,
diperlukan pengetahuan yang cukup bukan hanya tentang masalah hama dan penyakit
tumbuhan, tetapi juga tentang biologi tanaman, agronomi, ekologi, serta sosial
ekonomi pertanian dalam porsi yang seimbang. Bukan dipecah-pecah menjadi
keahlian yang terspesialisasi seperti sekarang ini, misalnya sarjana keahlian
hama dan penyakit, tetapi kurang paham tentang agronomi, tanah dan sosial
ekonomi pertanian. Dengan kata lain,
diperlukan pemahaman menyeluruh tentang tanaman dan lingkungan sehat seperti
layaknya seorang dokter yang tidak hanya paham tentang penyakit dan orang
sakit, tetapi terlebih lagi harus sangat paham tentang orang yang sehat dan
normal.
Penutup
Dengan demikian, masih banyak yang perlu
dikerjakan, khususnya di bidang Pengelolaan Penyakit Tumbuhan apabila kita
menginginkan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, khususnya
tentang perlindungan tanaman yang dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama
terpadu dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh petani secara lebih luas. Sistem PHT apabila dilaksanakan akan dapat
membantu melestarikan lingkungan, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi
resiko dampak pestisida pertanian terhadap kesehatan. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Follow mas bro & mbak sist