Selamat malam pengunjung
setia blog saya “Maz Echo Site’s”. Malam ini, malam ke-enam Bulan Ramadhan 1433
H. Ane mau berbagi cerita sedikit dengan saudara-saudara ikhwanul muslimin. Ya,
semuga artikel ini dapat bermanfaat buat kawan-kawan sekalian..
Ok, siapkan secangkir kopi
hangat, dan sedikit cemilan.. hehehe… selamat membaca…!!!!!!!!
EPUBLIKA.CO.ID, BERLIN - Saat pindah ke bagian barat
Jerman, usai tembok Berlin runtuh, Sayed Mann, kala itu 12 tahun, adalah bocah
yang tengah bingung mencari identitas diri. Keluarganya berasal dari Jerman
Timur.
Tumbuh besar
di lingkungan sosialis, agama tidak pernah ada dalam kamus keluarga dan
hidupnya. Ia cenderung tersenyum sinis saat melihat orang-orang pemeluk
keyakinan tertentu, termasuk Muslim,
Di Jerman
Barat ia melihat situasi yang berbeda. Imigran lebih banyak dijumpai dan ia pun
berkawan dengan beberapa orang asing.
"Saya
tidak terbiasa dengan kehidupan baru saat itu," aku Sayed. "Kami tiap
hari hidup seperti sampah. Idola kami adalah orang-orang kulit hitam Amerika
yang tinggal di pemukiman terisolir," tuturnya.
Mengidolakan
mereka, pria yang dulunya bernama Sved Mann itu pun juga mencontoh perilaku
para imigran itu. "Saya melakukan banyak hal buruk termasuk mencuri dan
sebagainya," kenang Sayed.
Hingga
akhirnya ia bertemu dengan seorang imigran berasal dari Turki yang menjadi
kawan akrabnya. Si kawan itulah yang kemudian mengenalkan Sayed pada Islam dan
berhasil mengajaknya memeluk agama tersebut.
Kawan Sayed
memiliki kakak lelaki seorang imam masjid lokal. Ketika si adik memberi thau
niatnya untuk mengajak Sayed berkunjung ke masjid, sang imam mengaku pesimis.
"Saya
bilang, 'Dia? Tidak Mungkin'. Tapi adik saya sudah bertekad bulat. Bahkan ia
mengatakan Sayed akan memeluk Islam sepulangnya saya dari bepergian,"
tuturnya.
Tiga bulan
kemudian, ketika si imam pulang kembali ia tiba-tiba disambut oleh Sayed dengan
sapaan Assalamu'alaikum. "Wow saya terkejut. Ini benar-benar luar
biasa," ujarnya. "Saya bahkan sempat bertanya (pada Sayed-red) 'Apa
yang terjadi padamu?'".
Rupanya si
imam memahami selama ini Sayed selalu mencari, namun ia tak pernah-pernah
meluangkan waktu dan cenderung mengabaikan ketimbang bersungguh-sungguh.
"Ia
mengatakan selalu percaya dengan keberadaan Tuhan, saya kira itulah yang
menuntun dia," kata si imam. "Saya melihat ia bahagia telah menemukan
Islam.
Kini si imam
bahkan menjadi guru mengaji Sayed. Dengan disiplin ia belajar bahasa Arab demi
dapat membaca Al Qur'an
Tapi Sayeed
tak ingin disebut pindah agama. "Tak pernah ada istilah berubah agama
dalam Islam," ujarnya. "Dalam Al Qur'an disebutkan tak ada paksaan
dalam beragama," imbuh Sayed lagi.
Lalu?
"Saya lebih suka mendeskripsikan sebagai 'seseorang telah mengenalkan saya
pada Islam dan saya menuju agama itu," papar Sayed.
Ketika ditanya
oleh Cengiz Kultur, sebuah proyek independen pembuatan film dokumenter tentang
agama dan budaya di Jerman, mengapa ia memilih Islam, dengan mantap Sayed
menjawab, "Karena pada akhirnya semuanya adalah, Islam," ujarnya
menekankan pada makna kata tersebut yakni berserah diri.
Ia telah
mengucapkan ikrar dengan syahadat sepuluh tahun lalu. Sejak saat itu ia rajin
membaca untuk mengetahui dan mengenal lebih dalam apa makna Islam, termasuk
bagi dirinya.
Islam bagi
Sayed adalah menyerahkan keinginan diri di bawah kehendak Tuhan. Mengapa ia mau
melakukan? "Karena dengan itu nanti saya dapat bertemu dengan Pencipta
saya, saya dapat menjumpai surga. Saya berhak untuk itu dan saya kira itulah
Islam menurut saya saat ini," papar Sayed ketika ditanya esensi Islam o
Sejak sepuluh
tahun pula, Sayed melakukan shalat lima kali dalam sehari. "Ketika anda
shalat anda absen dan istirahat dari dunia dan seluruh isinya. Anda membersihkn
dan menghadap Sang Pencipta," ujarnya.
Ia mengaku tak
ada strategi khusus untuk melakukan shalat lima kali dalam sehari di Jerman.
"Setiap orang pasti bisa menemukan tempat untuk berwudhu, membasuh diri
dan melakukan shalat," ujarnya tanpa beban.
Sayed mengaku
menemukan keyakinannya setelah diskusi panjang dengan si kawan tadi dalam satu malam. "Setelah
itu saya langsung menyatakan ingin pergi ke masjid bersamanya," ungkap
Sayeed.
Ketika itu
subuh dan seorang anak kecil tengah melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an.
Tiba-tiba Sayed pun menangis. "Saya tidak tahu mengapa. Saya tidak paham
bahasa Arab, saya tidak tahu apa yang ia baca, tidak tahu apa pun,"
kenangnya.
"Tapi
hati saya jelas telah memahami sesuatu. Itu benar-benar pengalaman luar
biasa," tutur Sayed. "Saya yang hidup di jalan ala gangster tiba-tiba
bisa menangis dan tidak tahu mengapa."
Kini selain
ketenangan dan keteraturan hidup Sayed juga menemukan hal berharga lain dalam
Islam. "Ketika anda menjadi seorang Muslim, anda kehilangan teman tetapi
anda mendapatkan saudara," ujarnya. Dengan segera anda menjadi anggota
sebuah keluarga. Ini sesuatu yang tidak bisa saya peroleh dalam gereja-gereja
di Jerman."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Follow mas bro & mbak sist