Kamis, 27 Desember 2012

FORMULASI PESTISIDA


A.      Susunan Formulasi Pestisida

             Bahan aktif pestisida tidak dijual begitu saja dalam bentuk murni, melainkan harus diformulasikan terlebih dahulu dengan cara dicampur bahan-bahan lain agar mudah diaplikasikan, Secara garis besar, formulasi pestisida yang diperdagangkan umumnya terdiri dari 3 bagian, yaitu bahan aktif, bahan pembantu, dan bahan pembawa.

1.       Bahan Aktif
             Bahan aktif merupakan senyawa kimia atau bahan-bahan lain yang memiliki efek sebagai pestisida. Bahan aktif pestisida dapat berbentuk padatan, cair, dan gas. Bahan aktif yang digunakan dalam produksi komersil disebut bahan aktif teknis. 
             Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam formulasi berasal dari bahan aktif teknis dalam bentuk aslinya, yang kemudioan dicampur dengan bahan pembantu dan bahan pembawa. Namun beberapa bahan aktif kimia sintetik dalam bentuk aslinya terutama herbisida yang bahan aktifnya berbentuk asam sering sulit diformulasikan. Oleh karena itu bahan aktif seperti ini sering menggunakan bentuk garam atau ester.

2.       Bahan Pembantu (Adjuvant)
Bahan pembantu merupakan bahan-bahan atau senyawa kimia yang ditambahkan ke dalam pestisida dalam proses formulasinya agar mudah diaplikasikan atau digunakan untuk memperbaiki efikasi pestisida tersebut. Bahan-bahan pembantu yang sering ditambahkan pada formulasi antara lain:
a.      Solvent
                Solvent adalah bahan cair pelarut misalnya alkohol, minyak tanah, xylene dan air. Solvent ditambahkan ke dalam formulasi untuk melarutkan bahan aktik karena bahan aktif pestisida tidak larut dalam air atau minyak. Beberapa contoh solvent organik yang biasa digunakan yaitu asetonitril, aseton, diklorometan, etanol, etilasetat, heksan, methanol, toluene, dan xylene.

b.      Diluent
                Diluent umumnya ditambahkan ke dalam formulasi untuk membantu melarutkan atau membawa bahan aktif. Beberapa contoh adalah silica gel, hydrated alumunium oxide dan kalsium silikat.

c.       Suspension Agent
                Suspension Agent adalah bahan pembantu yang digunakan untuk membantu pembentukan suspensi, umumnya dicampurkan dalam formulasi WP. Suspension Agent ini membantu pestisida dalam bentuk tepung untuk tidak cepat mengendap.

d.      Emulsifier
                Emulisifier adalah bahan pembantu yang digunakan untuk membantu pembentukan emulsi. Emulsifier merupakan bahan detergen yang akan memudahkan terjadinya emulsi bila bahan minyak diencerkan dalam air. Umumnya ditambahkan ke dalam formulasi EC.

e.       Buffer
                Buffer merupakn bahan kimia yang ditambahkan ke dalam formulasi untuk menstabilkan pH formulasi pestisidan antara 5,5 – 7. Umumnya adalah campuran asam lemah dengan garamnya, misalnya CH3COOH (asam lemah) plus  CH3COONa (garam natrium).

f.        Surfactant
                Surfactant membantu membasahi bidang sasaran dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Dengan demikian maka butiran semprot akan lebih mudah menempel pada bidang sasaran.

g.      Sticker
                Sticker membantu merekatkan butiran semprot pada bidang sasaran dengan cara meningkatkan adhesi partikel ke bidang sasaran. Sticker menurunkan kemungkinan pestisida luruh atau tercuci akibat hujan. Beberapa diantaranya juga mengurangi penguapan.

h.      Plant Penetrants
                Plant Penetrants mampu meningkatkan penetrasi beberapa pestisida ke dalam jaringan tanaman tertentu. Umumnya digunakan untuk bahan aktif pestisida dan tanaman yang spesifik.

i.        Tickener
                Tickener berfungsi untuk meningkatkan kekentalan larutan semprot. Digunakan untuk mengendalikan butiran semprot terbawa angina dan menghambat penguapan. Kebanyakan pestisida hanya akan mampu menembus kulit daun tanaman selama pestisida tersebut dalam bentuk larutan. Jika kering pestisida tidak lagi mampu menembus jaringan tanaman, Tickener inilah yang memecahkan masalah tersebut.

j.        Deforming Agent
                Deforming Agent digunakan sebagai penghambat terbentuknya busa pestisida jika dituang atau diaduk dalam tanki, biasanya digunakan dalam jumlah kecil.

k.       Safener
                Safener merupakan bahan yang ditambahkan untuk mengurangi fitotoksik dari pestisidaterhadap tanaman.

l.        Synergist
                Synergis, sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun, walaupun bahan itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti sesamin (berasal dari biji wijen), dan piperonil butoksida.



3.       Bahan Pembawa (Carrier)
                Bahan pembawa digunakan untuk menurunkan konsentrasi produk pestisida, tergantung pada cara penggunaan yang diinginkan. Bahan pembawa bisa berupa air (pada water basedformulation), minyak (pada oil based formulation), talk, attapulgit, bentonit, tepung diatomae (pada formulasi tepung), pasir (pada formulasi butiran), dan sebagainya. Sebagai contoh, formulasi WP (wettable powder) tersusun atas bahan aktif, sistem solvent, carrier yang sangat adsobtif, diluent, deactivator, wetting agent, dispersant, dan sticker.

B.                 Kode Formulasi pada Nama Dagang
                Adapun prinsip pemberian nama dagang sebagai berikut:
1. Jika diformulasikan dalam bentuk padat (misalnya tepung dan butiran), angka dibelakang nama dagang menunjukkan kandungan bahan aktif dalam persen. Sebagai contoh herbisida Karmex 80 WP mengandung 80% bahan aktif (diuron) dan diformulasikan dalam bentuk WP (tepung yang bisa disuspensikan dalam air)
2. Jika formulasinya dalam bentuk cair, angka di belakang nama dagang menunjukkan jumlah gram atau mililiter bahan aktif untuk setiap liter produk. Sebagai contoh, fungisida Score 250 EC mengandung 250 ml bahan aktif (difenokonazol) dalam setiap liter produk Score 250 EC.
3. Jika produk tersebut mengandung lebih dari satu macam bahan aktif maka kandungan bahan – bahan aktifnya dicantumkan semua dan dipisahkan dengan garis miring. Sebagai contoh, fungisida Ridomil Gold MZ 4/64 WP mengandung bahan – bahan aktif metalaksil-M 4% dan mankozeb 64% dan diformulasikan dalam bentuk WP.

C.                 Kode Formulasi Pestisida
                Global Crop Protection Federation (GCPF; Federasi Perlindungan Tanaman Dunia, sekarang Croplife International) telah menyusun kode standart untuk menandai berbagai macam formulasi pestisida (GCPF,1999). Dibawah ini diberikan beberapa formulasi yang sering ditemukan di Indonesia.
A. Sediaan (Formulasi) Cair.
1. Emulsifiable Concentrate atau Emulsiable Concentrate (EC)
                EC merupakan sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan (konsentrasi) bahan aktif yang cukup tinggi. EC umumnya digunakan dengan cara disemprotkan. Bersama formulasi WP, formulasi EC merupakan formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat ini.

Kelebihan formulasi EC sebagai berikut:
-      Konsentrasi tinggi yang berarti harga persatuan berat bahan aktif relatif murah.
-      Dalam penggunaannya memerlukan sedikit pengadukan.
-      Tidak atau sedikit meninggalkan “residu yang tampak” pada bidang sasaran.

Kelemahan formulasi EC sebagai berikut:
-      Konsentrasi tinggi juga berarti mudah menimbulkan overdosing karena kesalahan                   kalibrasi.
-      Resiko terjadinya fitotoksik lebih besar.
-      Mudah diserap kulit manusia.
-      Solvent bisa merusak selang karet, bagian – bagian pompa sprayer, dan bagian lainnya.
-      Kemungkinan korosif.
2. Solube Concentrate in Water (SCW) atau Water Solube Concentrate (WSC)
                Formulasi ini mirip EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka konsentrat ini jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk larutan homogen. Umumnya, sediaan ini diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
3. Aquaeous Solution (AS) atau Aquaeous Concentrate (AC)
                AS dan AC merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dalam air. Pestisida yang diformulasikan dalam bentuk AS atau AC umumnya berupa pestisida berbahan aktif dalam bentuk garam yang memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang diformulasikan dalam bentuk ini digunakan dengan cara disemprotkan. Formulasi AS juga bisa mengacu pada formulasi aquaeous suspensions.
4. Solube liquid (SL)
                SL merupakan pekatan cair. Jika dicampur air, pekatan cair ini akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara disemprotkan. SL bisa mengacu pada formulasi slurry.
5. Flowable (F) atau Flowable in Water (FW)
                Formualsi F atau FW berbentuk konsentrasi cair yang sangat pekat (mendekati pasta,  tetapi masih bisa dituangkan. Jika dicampurkan air, sediaan ini akan membentuk suspensi (partikel padat yang melayang dalam media cair) seperti halnya WP. Pada dasarnya  FW adalah WP yang dibasahkan.

Keuntungan formulasi flowable, diantaranya:
- Jarang menyumbat nosel,
- Penanganan dan aplikasinya mudah dilakukan, dan
- Tidak memercik (bandingkan dengan EC).

Kelamahan formualsi flowable, diantaranya:
- Membutuhkan pengadukan terus menerus, dan
- Sering meninggalkan residu yang tampak pada bidang sasaran.
6. Ultra Low Volume (ULV)
                Sediaan ini merupakan sediaan khusus untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah, yaitu volume semprot antara 1-5 liter/hektar. Formualsi ULV umumnya berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah digunakan butiran semprot yang sangat halus.
7. Micro-encapsulation
                Micro-encapsulation merupakan bentuk formulasi yang relatif baru, yaitu partikel pestisida (baik cair atau padat) dimasukkan dalam kapsul (semacam selubung plastik yang larut dalam air) berukuran sangat kecil (lebih kecil dari diameter rambut manusia). Bentuk mikrokapsul juga bisa dibuat menjadi formulasi CF (capsule suspensions for seed treatment), yaitu bentuk mikrokapsul khusus untuk perawatan benih.
B. Sediaan Padat
1. Wettable Powder (WP)
                Formulasi WP bernama EC merupakan formulasi klasik yang masih banyak digunakan hingga saat ini. WP merupakan sediaan berbentuk tepung (ukuran partikel beberapa mikron) dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50-80%), yang jika dicampurkan dengan air akan membentuk suspensi. Pengaplikasian WP dengan cara disemprotkan.

Kelebihan penggunaan formulasi WP sebagai berikut:
- Relatif murah.
- Resiko fitotoksisitas lebih rendah (dibandingkan EC dan formulasi cair lainnya).
- Kurang diserap oleh kulit (dibandingkan dengan formulasi cair).

Kelemahan penggunaan formulasi WP sebagai berikut:
- Menimbulkan debu ketika dituang (bahaya inhalasi).
- Memerlukan pengadukan secara terus – menerus.
- Bersifat abrasif.
- Bisa meninggalkan residu yang tampak pada bidang sasaran.

2. Soluble Powder (S atau SP)
                Formulasi berbentuk tepung yang jika dicampur air akan membentuk larutan homogen. Digunakan dengan cara disemprotkan.

3. Butiran (Granule, G)
                Umumnya butiran merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm. Pestisida butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan dilapangan (baik secara manual maupun dengan mesin penabur). Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).

Kelebihan formulasi butiran seperti berikut:
- Siap pakai sehingga tidak perlu mencampur.
- Tidak memerlukan drift, tidak berdebu, dan tidak memercik.
- Tidak mudah diserap kulit.
- Tidak memerlukan alat aplikasi yang rumit.

Kelemahan formualsi butiran seperti berikut:
- Lebih mahal (dibandingkan ECV atau WP).
- Memerlukan pengolahan tanah setelah penaburan.
- Memerlukan kondisi tertentu (misalnya kelembaban tanah) agar aktif.

4. Water Dispersible Granule (WG atau WDG); Dry Flowable (DF)
                WDG atau WG berbentuk butiran, mirip G, tetapi penggunaannya sangat berbeda. Formulasi WG/WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan digunakan dengan cara disemprotkan. WDG juga sering disebut sebagai dry flowable (DF). Keuntungan formulasi WDG (dan SG) yaitu:
- pengukuran  dan pencampurannya mudah, dan
- risiko bagi keselamatan pengguna lebih kecil (tidak memercik dan tidak berdebu).

5. Solube Granule (SG)
                      SG (solube granule) mirip dengan WG yang juga harus diencerkan dalam air dan digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur air, SG akan membentuk larutan sempurna.

6. Tepung Hembus (Dust;D)
                Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran (tanaman).
                Sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan air) berbentuk tepung (ukuran partikel 10-30 mikron) dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara dihembuskan (dusting).

7. Seed Dressing (SD) atau Seed Treatment (ST)                                          
                SD dan ST adalah formulasi khusus berbentuk tepung atau cairan yang digunakan dalam perawatan benih.

8. Umpan Bait (B) atau Ready Mix Bait (RB atau RMB)
                Umpan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan dalam formulasi rodentisida  untuk mengendalikan hama berupa binatang besar (tikus, babi hutan). RB atau RMB merupakan umpan siap pakai (sudah dicampur pakan, misalnya beras); sedangkan B harus dicampur sendiri oleh pemakaianya.
                Sebagai contoh, insektisida berbahan aktif permetrin di Indonesia pada tahun 1997 dijual dalam formulasi dan nama dagang berikut:
EC           : Ambush 2 EC, Corsair 100 EC, Dessin 5 EC, Dragnet 380 EC, Obatim 100 EC, Permet 100 EC, Pounce 20 EC, Tibora 200 EC
WP         : Perigen 25 WP
ULV        : Ambush 2 ULV, Corsair 50 ULV
Dust       : Perigen 0,5 D
L              : Cuprinol 118 L

Sumber:
Rudy C Tarumingkeng, PhD. PESTISIDA DAN PENGGUNAANNYA. http://www.rudyct.com/TOX/PESTISIDA.htm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Follow mas bro & mbak sist

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...